Selasa, 31 Maret 2009

Anak-anak Bangsa..


Masih ingat tentang film Arie Hanggara? Film yang diangkat dari sebuah kisah nyata itu begitu terkenal sekitar tahun 80-an. Film yang menceritakan tentang sepasang suami istri yang begitu tega menyiksa anaknya yang masih kecil hingga akhirnya tewas. Meskipun waktu itu aku masih teramat kecil tetapi menyaksikan film itu telah memberikan kenangan yang begitu mendalam padaku.

Akhir-akhir ini, nampaknya kembali terjadi peristiwa-peristiwa yang hampir serupa. Kalau kita tengok tayangan di televisi, begitu banyak peristiwa brutal yang menimpa anak-anak bangsa ini. Kemarin ada seorang ibu yang tega membakar anak kandungnya sendiri hanya karena dianggap nakal, untungnya si anak tidak sampai meninggal karena ditolong oleh seorang tetangganya dan dirawat di rumah sakit dengan luka bakar yang sudah 50%. Permasalahannya lebih karena masalah ekonomi yang menghimpit dengan minimnya penghasilan suaminya sebesar lima ribu rupiah setiap hari karena memang pekerjaannya sebagai tukang becak.

Apapun kondisinya, tidak bisa dibenarkan seorang anak harus menanggung akibat dari apa yang kadang belum dipahaminya. Kita bisa melihat contoh kasus yang lain dengan banyaknya anak-anak jalanan yang menjadi pengemis, pemulung dan pengamen karena memang tidak adanya kemampuan orang tuanya untuk menghidupi mereka secara layak.
Hidup sekarang memang makin keras. Kata orang sekarang jaman edan dan kalau tidak ikut-ikutan edan kita tidak akan dapat apa-apa. Tapi apa begitu caranya? Dengan menghalalkan segala cara? Kalau kita sudah tidak lagi mengandalkan akal dan moral, lalu apa bedanya dengan binatang?

Pujangga Kahlil Gibran menulis, "Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka dilahirkan melalui engkau tapi bukan darimu. Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu."

Ya, anak adalah amanah dari Allah SWT. Lalu mengapa kita seakan-akan memiliki hak yang begitu penuh untuk menjadikan anak sekehendak kita? Tidakkah kita tahu bahwa segala sesuatu akan dimintai pertanggungjawaban?

Hidup sepertinya akan berkutat pada urusan perut dan kesenangan belaka. Ketika hal itu menjadi utama, maka anak bisa menjadi aset yang akan dikaryakan dijalanan, ditong-tong sampah, dibiskota, dan bahkan dimasjid-masjid saat ibadah sholat jumat usai. Sungguh luar biasa! Alangkah malang dunia ini, tidakkah ada lagi rasa malu di jaman ini?

Sungguh, andai kita punya kepedulian, masyarakat punya kepedulian, pemerintah punya kepedulian, atau siapapun punya kepedulian yang cukup, mungkin kita tidak akan lagi melihat mereka terbiasa menengadahkan tangan, bergulat dengan panas dan hujan tanpa senyum dan tawa riangnya, kesedihan dan kegelisahan tentang masa depannya dan pertanyaan yang mengharukan," Pak, besok apakah masih ada yang bisa adik makan?"

Semoga kita masih selalu bisa melihat senyum mereka yang tulus untuk menyejukkan panasnya dunia ini.


Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi
Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu
Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu
Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan
Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu dengan kekuatannya, sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh.
Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan
Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur teguh yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.

Tidak ada komentar: